Dalam rangka pemanasan untuk menulis di blog baru saya ini, akan saya coba berbagi pengalaman dalam manajemen keuangan pribadi. Sebelumnya perlu saya tekankan bahwa saya bukan seorang financial planner, ahli ekonomi, ahli keuangan, atau sejenisnya. Saya hanya ingin berbagi tips dari pengalaman pribadi saya dalam mengelola keuangan. Jadi tidak perlu ada validasi dari jurnal ilmiah atau teori-teori ekonomi dan keuangan yang ada. Murni dari teori yang saya buat secara pribadi.

Saya memberi judul artikel ini "Personal Financial Lifecycle" karena pada dasarnya uang yang kita miliki tentunya "berputar". Kita dapat income, uang masuk. Kita harus expense, uang keluar. Ada yang masuk tentu ada yang harus keluar :D Tapi yang ingin saya bahas di sini adalah bagaimana kita mengatur proses masuk dan keluar keuangan kita. Saya tidak akan bahas bagaimana cara mendapatkan uang atau cara menghemat pengeluaran. Esensi artikel ini ada di proses antara in dan out.

Dalam neraca keuangan, kita tentunya mengenal istilah Profit = Asset - Liabilities. Nah dalam keuangan pribadi dapat kita analogikan menjadi Tabungan = Pendapatan - Pengeluaran. Buat kita yang bekerja sebagai karyawan, tentunya pendapatan relatif stabil. Karena saya bekerja sebagai konsultan (berarti karyawan kan), maka saya asumsikan pendapatan per bulan relatif sama. Bagaimana cara meningkatkan jumlah tabungan kita? Ya tentunya dengan mengurangi pengeluaran dan/atau menambah pendapatan. Loh katanya diasumsikan pendapatan per bulan sama, gimana cara nambahnya? Ya dari tabungan donk :D 

Dengan fokus pada tabungan, saya memiliki pembagian tabungan berdasarkan lapisan/layer. Tabungan yang saya maksud bisa berupa saving biasa, investasi, atau apapun yang membuat uang tersebut tersimpan dengan atau tanpa menambah jumlah uang tersebut dengan sendirinya. Ibarat sebuah negara, tentunya negara punya area ring 1, ring 2, ring 3, ring 4, dan ring seterusnya. Begitu pula dalam manajemen keuangan pribadi, kita harus menentukan lapisan-lapisan keuangan kita agar penggunaannya bisa optimal. Saya membuat sebuah teori yang disebut Personal Financial Pyramid. Konsepnya sama dengan pembagian ring, dimana dimulai dari bawah adalah ring 1 hingga ke atas (ring 4).


Konsepnya cukup sederhana. Menurut pengalaman saya, untuk mengoptimalkan jumlah tabungan yang kita miliki, tentu kita harus memiliki minimal rencana jangka pendek dan jangka panjang. Pada Personal Financial Pyramid ini, saya membagi urutan prioritas perlakuan terhadap uang yang kita miliki. Mari kita bahas satu-per-satu.

#1 - Operational Fund
Dana operasional merupakan sejumlah uang yang harus kita persiapkan untuk menunjang kehidupan sehari-hari kita. Dalam kehidupan rumah tangga, idealnya dana operasional ini berupa pengeluaran yang relatif tetap atau yang rutin kita keluarkan walaupun jumlahnya bisa berbeda tiap bulannya. Operational fund berada di bagian paling bawah karena memang di antara 4 layer piramida di atas, kita harus mengalokasikan uang yang paling besar untuk operational fund karena menyangkut kebutuhan utama dan penunjang sehari-hari. Apapun yang membuat kita mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani, nah ini masuknya ke operational fund. Alokasikan sekitar 50 persen income kita untuk operational fund. 
Implementasi pribadi: Karena saya belum nikah dan punya anak, maka operational fund saya alokasikan untuk bayar kosan, uang makan&minum, transport, kebutuhan bulanan, hiburan, dana pensiun DPLK (belum ngurus, nunggu gak sibuk), dan yang tak boleh lupa adalah dana sosial/infaq/shodaqoh.

#2 - Emergency Saving
Dana darurat ini mutlak perlu adanya. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dengan kita di kemudian hari. Terkadang ada suatu kejadian yang memaksa kita mengeluarkan uang yang melebihi dana operasional yang telah kita alokasikan. Ya... dana darurat ini sang penyelamat. Dana darurat bisa bersifat short atau medium term bahkan bisa long term tergantung permasalahan yang kita hadapi. Selalu berdoa agar emergency saving ini jadi simpanan jangka panjang kita, dimana hal ini berarti kita tidak mendapatkan masalah yang memaksa untuk mengeluarkan dana darurat. Alokasikan sekitar 25 persen income kita untuk emergency saving.
Implementasi pribadi:  Saya membuat satu akun bank khusus untuk menyimpan dana darurat ini agar tidak tercampur dengan operational fund.

#3 - Medium-Term Investment
Dana simpanan yang bersifat medium-term alias jangka menengah ini relatif. Namun saya pribadi menggunakan istilah ini untuk dana simpanan yang diharapkan bisa menghasilkan return dalam jangka waktu menengah atau tidak lama-lama amat lah. Alokasikan sekitar 15 persen income kita untuk medium-term investment.
Implementasi pribadi: Tentunya selain income dari pekerjaan saya sebagai konsultan IT, saya ingin punya income lain dari bisnis. Kebetulan saya dan beberapa rekan punya bisnis di bidang jasa IT. Saya sisihkan sedikit uang saya untuk dana darurat bisnis saya dan teman2 agar jika someday terjadi sesuatu, saya punya dana darurat untuk menutupi kerugian atau apapun itu. Jika dalam kurun waktu tertentu dana darurat untuk bisnis ini tidak terpakai, tentunya saya gunakan sebagai modal untuk bisnis yang lain. Begitu seterusnya :D Saya juga membuat satu akun bank khusus untuk menyimpan medium-term investment ini.

#4 - Long-Term Investment
Nah ini dana simpanan yang sifatnya jangka panjang. Ibarat kata orang "anggap saja uang ini gak ada". Ya, jadi uang yang alokasikan pada long-term investment ini benar-benar uang yang sangat jarang kita sentuh. Uang yang kita taruh ini bisa bersifat diam maupun bergerak. Maksudnya diam adalah kita taruh uang kita dalam instrumen tabungan biasa. Maksudnya bergerak adalah kita taruh dalam instrumen investasi yang memberikan return lebih besar dari tabungan biasa misalnya invest di saham, reksadana, atau instrumen investasi yang lainnya. Alokasikan sekitar 10 persen income untuk long-term investment.
Impelementasi pribadi: Saya menginvestkan beberapa persen income saya untuk beli reksadana. Untuk manajer investasinya saya rahasiakan ya, tapi yang jelas untuk jangka panjang saya sarankan beli reksadana saham.


Jika kita cermati, operational fund sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai bagian dari long-term investment. Sebagai contoh adalah dana pensiun DPLK. Sebagai karyawan di perusahaan, sebenernya saya sudah mendapat benefit jamsostek (sekarang BPJS Ketenagakerjaan). Namun adakah yang bisa menjamin saya bakal stay di perusahaan tempat saat ini saya kerja sampai saya nanti pensiun? Oleh karena itu, saya sendiri punya dana pensiun di luar dari yang perusahaan berikan. Tentunya yang namanya dana pensiun diambil saat nanti kita sudah merasa memang sudah selayaknya diambil (misalnya udah tua dan uda pingin berhenti kerja karena usia).

Kesimpulan
Secara pribadi saya memperlakukan income alias duit yang saya punya menjadi 4 bagian. Ada yang memang untuk dana operasional, dana darurat, dan investasi jangka menengah dan panjang. Merencanakan keuangan yang ideal tentunya menentukan prioritas dan skala penggunaan mulai dari jangka pendek sampai jangka panjang. Sekali lagi, saya bukan ahli keuangan. Teori di atas murni pengalaman pribadi. Jika memang bisa diterapkan oleh pembaca, silakan diterapkan karena mungkin bagi sebagian orang terlihat berat. Menurut asumsi saya, sebagia orang hanya melihat uang dari dua perspektif, yaitu uang keluar dan uang disimpan. Apa yang tidak keluar adalah simpanan. Saya sendiri memecah simpanan menjadi 3 jenis seperti yang ada pada piramid di atas.

Semoga tulisan saya bermanfaat bagi para pambaca. Jika ada pertanyaan dan komentar, saya dengan senang hati menerima :D

Semangat menulis, semangat berbagi ^_^


Salam,
Next
This is the most recent post.
Posting Lama

0 komentar:

Posting Komentar